
USS George Washington CVN 73
Kapal perang nuklir itu bersama 38 kapal perang dan 158 yacht dari berbagai negara, masih diramaikan dengan flying pass pesawat tempur TNI, dan pesawat tempur Angkatan Laut AS, F-18 Hornet, yang lepas landas dari USS George Washington.
Saat parade kapal perang dalam rangkaian Hari Proklamasi Kemerdekaan ke-64 Republik Indonesia itu, USS George Washington yang memiliki panjang 332,84 meter dan lebar 76,81 meter, itu menjadi primadona karena kedigdayaannya. Bahkan, untuk suksesnya parade, Teluk Manado disterilkan dari lalu lintas pelayaran. Maklum, AS punya pengalaman buruk saat kapal perangnya USS Cole diserang di Teluk Aden, Yaman tahun 2000.
USS George Washington dibangun selama empat tahun (1982-1986). Diluncurkan tahun 1990 tapi baru resmi digunakan tahun 1992. Merupakan “benteng bergerak” yang dapat menjangkau seluruh pelosok dunia dengan persenjataan mutakhirnya. Bila AS menghadapi suatu krisis di luar teritorinya, biasanya Presiden AS bertanya, “di mana posisi kapal induk terdekat” atau memberi perintah, “kirim Marinir” untuk mengatasi krisis yang terjadi.
Jumlah kapal AS sejenis itu ada 12 unit. Tiga di antaranya kapal induk konvensional bertenaga diesel. Sedangkan USS George Washington yang bertenaga nuklir, dapat terus bergerak selama 20 tahun tanpa harus mengisi bahan bakar sebagaimana layaknya kapal konvensional. Kekuatan kapal ini berasal dari dua westinghouse brand A4W reaktor nuklir dengan kekuatan 4xsteam turbin sampai 4xshafts dengan produksi hingga 260 ribu shaft tenaga kuda. Kecepatan tertingginya mencapai 30 knot.
Dalam pelayarannya, kapal induk AS ini tak bergerak sendirian. Di atas geladaknya terdapat carrier air wing (wing tempur udara). Berkekuatan 80 pesawat tempur berbagai jenis, termasuk helikopter, dan selalu dikawal dua kapal penjelajah kelas Ticonderoga yang dilengkapi peluru kendali, satu kapal perusak kelas Arleigh Burke, satu kapal perusak anti kapal selam kelas Spruance, satu fregat anti kapal selam kelas Olever Hazard Perry, dua kapal selam kelas Los Angeles, dan satu kapal suplai.
Komandan dari seluruh kekuatan tempur tersebut adalah seorang laksamana berbintang satu yang berada di kapal induk, sebagai kapal markas (kapal bendera). Sedangkan perwira yang bertanggung jawab dalam pengoperasian kapal induk (commanding officer) atau komandan kapal, dipercayakan kepada seorang kolonel (captain).
Dengan kedigdayaannya, pantas bila kapal seperti itu menjadi gudang senjata tak tertandingi di lautan, bahkan untuk mendekatinya saja bukan perkara mudah. Penerbang tempur TNI-AU pernah mengalaminya ketika USS Carl Vinson “kesasar” masuk perairan Bawean, Jawa Timur, tanpa izin, 3 Juli 2003. Dua pesawat tempur F-16 TNI-AU yang mencoba mengindentifikasinya dihalau lima F-18 Hornet yang lepas landas dari USS Carl Vinson.
Kapal ini juga laksana kota di lautan. Sebab, di dalam kapal setinggi 76 meter itu ada lebih dari 5.000 jiwa manusia. Kapal terdiri atas tiga lantai untuk menyimpan pesawat bila sedang tidak dipakai, atau sedang dalam perbaikan.

George Washington CVN 73
Berbagai fasilitas, layaknya kota juga ada di kapal itu, seperti bar, toko, barber shop, restoran, laundry, sehingga awaknya hidup laksana di daratan. Seorang asing bisa kesasar bila pertama kali berada di sana, karena luasnya kapal.
Pendaratan di kapal induk merupakan peristiwa menegangkan bagi mereka yang untuk pertamakali mengalami. Pasalnya, landasan kapal induk kelas USS George Washington hanya sekitar 77 meter yang berada di areal dek kapal seluas 333 x 77 meter persegi.
Dari landasan itulah pesawat take-off dan landing. Bila pilotnya tidak cermat akan berakhir di laut. Waktu yang diperlukan untuk lepas landas hanya tiga detik, sehingga pesawat harus sudah mencapai kecepatan 128 mil per jam agar bisa mengangkasa (airborne).
Agar bisa mencapai kecepatan setinggi itu, empat mesin pelontar (catapult) membantu mendorong pesawat dengan tenaga uap. Sebaliknya saat mendarat, pesawat harus berhenti dari kecepatan 105 mil perjam menjadi nol mil perjam dalam waktu dua detik.
Untuk menghentikan pesawat dalam tempo sesingkat itu, empat kawat pengait (arrester gear cable) “menggaet cantolan” yang ada di dekat roda pendarat bagian belakang, sehingga pesawat dapat berhenti sempurna di ujung landasan. Bila gagal, maka dipastikan pesawat itu akan tercebur ke laut di haluan kapal.
Bagaimana rasanya berhenti dari kecepatan 105 menjadi nol? Badan yang terikat kuat safety belt empat titik di bangku tetap nyaman, tetapi leher terasa “terhempas” ke depan hingga dagu menyentuh dada. Saat lepas landas, leher lebih nyaman, sebab kepala tersandar aman ke sandaran kursi.
Mereka yang penah mendarat dan lepas landas di kapal induk, biasanya mendapat sertifikat yang ditandatangani komandan kapal, atas keberanian mereka mengambil resiko untuk mengikuti petualangan tersebut. Dan yang pasti, tidak sembarang orang boleh mengikutinya.(ric/TM)
kapan INDONESIA punya?